Berita Umum

Penggunaan Matrial Tanah Urug Megaproyek 2 Jembatan Desa Banjarsari Bareng Diduga Dari Hasil PETI (Pertambangan Tanpa Ijin)

Proyek Pengerjaan Jembatan Imbas Banjir di Kecamatan Bareng

Pengerjaan proyek jembatan imbas banjir di Dusun Banjarsari, Desa/Kecamatan Bareng, serta Dusun Banjaragung, Desa Banjaragung, Kabupaten Jombang, sempat menuai keluhan warga. Keluhan tersebut berfokus pada tidak adanya akses jalan pengganti, yang kemudian menjadi perhatian anggota Ormas GRIB Jaya Kecamatan Bareng. Berdasarkan pantauan mereka, proyek tersebut diduga menggunakan material hasil pertambangan ilegal.

Menurut data dari laman resmi LPSE Kementerian PUPR, proyek ini memiliki nama “Penggantian Jembatan Banjaragung dan Banjarsari” dengan anggaran sebesar Rp 16,2 miliar, yang bersumber dari APBN 2024.

Warga sekitar Kecamatan Bareng mengungkapkan rasa terima kasih mereka kepada pemerintah atas pembangunan jembatan ini, yang memungkinkan mereka mengakses Kecamatan Wonosalam tanpa harus menempuh jarak jauh. Ada tiga dusun yang terdampak, yakni Dusun Banjarsari, Tegalsari, dan Tegalan Kedunggalih,” ujar Boyok, salah satu warga Kecamatan Bareng.

Namun, karena tidak adanya pembangunan jembatan alternatif dari pemerintah, warga dari tiga dusun tersebut memutuskan untuk membangun jembatan alternatif di sisi timur jembatan utama yang sedang dibongkar.

Sayangnya, dugaan yang muncul di kalangan pemerhati lingkungan menyebutkan bahwa material yang digunakan dalam proyek ini diambil dari pertambangan ilegal. Artinya, proyek senilai Rp 16,2 miliar yang bersumber dari APBN menggunakan material ilegal. Kami menduga materialnya berasal dari pertambangan ilegal,” ujar Agung Gita, Ketua OKK Ormas Grib Jaya Jombang.

Meskipun warga berterima kasih atas bantuan pemerintah, mereka meminta agar pihak berwenang segera melakukan audit terhadap material alam yang digunakan dalam pembangunan kedua jembatan di Kecamatan Bareng. “Ini sudah tidak benar. Proyek yang dibiayai APBN ternyata dibangun dengan material curian atau yang tidak memiliki izin. Kami minta APH segera mengusut tuntas,” tegas Agung Gita. Menurutnya, ada juga masalah terkait pembayaran pajak, seperti PPN dan PPH yang bermasalah, dan PAD Kabupaten Jombang tidak masuk. “Material ilegal ini juga terkena pajak. Ini jelas merupakan kejahatan yang terstruktur,” tambahnya.

Aspek Hukum dan Regulasi

Dalam sisi hukum, penambangan ilegal (PETI) melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan Pasal 158 UU tersebut, dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

Pasal 160 juga mengatur bahwa orang yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada tahap eksplorasi namun melakukan kegiatan operasi produksi, dapat dipidana.

Pasal 161 menyebutkan bahwa setiap orang, badan usaha, atau pemerintah yang menampung, memanfaatkan, mengolah, atau menjual mineral dan batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau izin lainnya, akan dikenakan pidana penjara. Sanksi pidana untuk menampung mineral dan batubara yang tidak berasal dari pemegang izin usaha pertambangan (IUP) adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button