
Guru Besar IPB Siap Jamin JS Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Korporasi Sapi di Kabupaten Kediri
Cakrabimantara.com//KABUPATEN KEDIRI – Pengelolaan Hibah Sapi Kasus dugaan korupsi hibah program desa korporasi sapi yang ditangani Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri turut menjadi perhatian guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga Wali Utama Solidaritas Alumni Sekolah Peternakan Rakyat Indonesia (SASPRI) Prof Dr Muladno SPt MSA IPU.
Ia berharap Ketua Kelompok Peternak Ngudi Rejeki (JS) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut untuk tidak ditahan.
Untuk itu, ia pun bersedia menjadi penjamin. “Saya akan ikut bertanggung jawab jika Pak (JS) tidak akomodatif, melarikan diri dari tanggung jawabnya, atau menghilangkan barang bukti,” tandasnya dalam press rilis, Jumat (11/4) siang.
Muladno mengatakan, meski anggotanya sempat pecah dan berkonflik dengan ketuanya, pengelolaan hibah sapi oleh Kelompok Ngudi Rejeki di Kecamatan Ngadiluwih itu cukup baik. Bahkan, berdasarkan monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan oleh timnya, menduduki peringkat kedua terbaik se-Jawa Timur. Tingkat keberhasilannya mencapai 62 persen. Hal itu jauh di atas peringkat kelompok-kelompok peternak lain, terutama di Probolinggo,
yang bahkan ada beberapa yang hanya nol persen alias habis seluruh sapi bantuannya.
“Hasil monev tanggal 7-9 Mei 2024 itu juga sudah saya laporkan ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kementerian Pertanian cq. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan,”terangnya seraya menyebut bahwa dirinya memang ditugaskan untuk melakukan monev
terhadap sepuluh kelompok penerima hibah itu di Kediri dan Probolinggo.
Lebih jauh Muladno menjelaskan, berdasar monev tersebut, lima rangking teratas dipegang
oleh kelompok peternak di Kabupaten Kediri. Sedangkan lima kelompok peternak di Probolinggo berada di rangking terbawah.
Secara berurutan adalah sebagai berikut: Kelompok Jaya Makmur dengan tingkat
keberhasilan 84%, Ngudi Rejeki 62%, Tani Makmur 57%, Ngadimulyo 52%, dan Subur 51%. Berikutnya, dari Probolinggo: Makmur Tiga 8%, Genting Makmur Jaya 7%, Baru Muncul 3%,
Margi Santosa 0%, dan Mukti Jaya Satu 0%.
“Semakin rendah persentasenya, semakin rendah sisa populasi sapinya,” jelas lelaki yang juga mantan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan itu.
Padahal, jumlah sapi yang diterima oleh kelompok peternak di Probolinggo lebih banyak. Masing-masing 100 ekor sapi jantan dan 100 ekor sapi betina. Sementara, yang di Kabupaten
Kediri lebih sedikit. Masing-masing 100 ekor sapi jantan, tetapi jumlah sapi betinanya berbeda. Jaya Makmur, Subur, dan Ngadimulyo menerima 35 ekor sapi betina, sedangkan Tani Makmur 19 ekor sapi betina dan Ngudi Rejeki 17 ekor sapi betina.
“Program di Probolinggo itu tahun 2020 sedangkan di Kabupaten Kediri tahun 2021,” sambung Muladno.
Karena itulah, jika Joni yang kinerja kelompoknya rangking 2 dijadikan tersangka, ia memohon kejaksaan agar meminta kepala BPKP Perwakilan Jawa Timur untuk juga mengaudit sembilan kelompok lainnya. Sebab, audit itulah yang dijadikan dasar penetapan tersangka
dalam kasus ini. “Akan lebih adil saya kira kalau demikian,” tandasnya.
Momentum untuk Evaluasi
Muladno mengatakan, kasus ini merupakan momentum bagi pemerintah untuk
mengevaluasi pola-pola bantuan hibah seperti itu. Sebab, seringkali kurang efektif di lapangan. Program hibah dibuat tanpa menyiapkan dulu peternaknya. Akibatnya, karena sudah telanjur dibuat, harus ada kelompok yang menerima. Maka, dibentuklah kelompok yang asal-asalan. “Asal ada anggotanya. Padahal, mereka
sama sekali belum pernah beternak, bahkan tidak punya minat untuk beternak. Yang penting
agar bantuan bisa disalurkan,” bebernya.
Tentang berhasil atau tidaknya tindak lanjut program itu, tidak terlalu menjadi soal. Termasuk jika ternak itu dijual lagi oleh penerimanya karena tidak bisa memelihara. “Ini terjadi
bertahun-tahun.” Mestinya, lanjut Muladno, pemerintah menyiapkan dulu peternaknya.
(Luqman)